Rabu, 29 Februari 2012

-[ BURGERKILL ]-


Burgerkill adalah sebuah band Hardcore yang berasal dari kota Bandung, Jawa Barat. Nama band ini diambil dari sebuah nama restaurant makanan siap saji asal Amerika, yaitu Burger King, yang kemudian oleh mereka diparodykan menjadi “Burgerkill”

Ini merupakan sebuah cerita pendek dari 12 tahun perjalanan karier bermusik dari sebuah band super keras yang telah menjadi fenomena di populasi musik keras khususnya di Indonesia. Burgerkill band asal Ujungberung, tempat orisinil tumbuh dan berkembangnya komunitas Death metal / Grindcore di daerah timur kota Bandung. Band lulusan scene Uber (Ujungberung) selalu dilengkapi gaya Stenografi Tribal dan musik agresif yang super cepat, Jasad, Forgotten, Disinfected, dan Infamy to name a few.

Burgerkill berdiri pada bulan Mei 1995 berawal dari Eben, scenester dari Jakarta yang pindah ke Bandung untuk melanjutkan sekolahnya. Dari sekolah itulah Eben bertemu dengan Ivan, Kimung, dan Dadan sebagai line-up pertamanya. Band ini memulai kariernya sebagai sebuah side project yang tidak punya juntrungan, just a bunch of metal kids jamming their axe-hard sambil menunggu band orisinilnya dapat panggilan manggung. Tapi tidak buat Eben, dia merasa bahwa band ini adalah hidupnya dan berusaha berfikir keras agar Burgerkill dapat diakui di komunitasnya. Ketika itu mereka lebih banyak mendapat job manggung di Jakarta melalui koneksi Hardcore friends Eben, dari situlah antusiasme masyarakat underground terhadap Burgerkill dimulai dan fenomena musik keras tanpa sadar telah lahir di Indonesia.

Walhasil line-up awal band ini pun tidak berjalan mulus, sederet nama musisi underground pernah masuk jajaran member Burgerkill sampai akhirnya tiba di line-up solid saat ini. Ketika dimulai tahun 1995 mereka hanya berpikir untuk manggung, pulang, latihan, manggung lagi dst. Tidak ada yang lain di benak mereka, tapi semuanya berubah ketika mereka berhasil merilis single pertamanya lewat underground phenomenon Richard Mutter yang merilis kompilasi cd band-band Bandung pada awal 1997. Nama lain seperti Full Of Hate, Puppen, dan Cherry Bombshell juga bercokol di kompilasi yang berjudul “Masaindahbangetsekalipisan” tersebut. Memang masa itu masa indah musik underground. Everything is new and new things stoked people! Tidak tanggung lagu Revolt! dari Burgerkill menjadi nomor pembuka di album yang terjual 1000 keping dalam waktu singkat ini.

Setelah mengenal nikmatnya menggarap rekaman, anak anak ini tidak pernah merasa ingin berhenti, dan pada akhir tahun 1997 mereka kembali ikut serta dalam kompilasi “Breathless” dengan menyertakan lagu “Offered Sucks” didalamnya. Awal tahun 1998 perjalanan mereka berlanjut dengan rilisan single Blank Proudness, pada kompilasi band-band Grindcore Ujungberung berjudul “Independent Rebel”. Yang ketika itu dirilis oleh semua major label dengan distribusi luas di Indonesia dan juga di Malaysia. Setelah itu nama Burgerkill semakin banyak menghias concert flyers di seputar komunitas musik underground. The Antics went higher, semakin banyak fans berat menunggu kehadiran mereka diatas panggung. Burgerkill sang Hardcore Begundal!

Disekitar awal tahun 1999, mereka mendapat tawaran dari perusahaan rekaman independent Malaysia, Anak Liar Records yang berakhir dengan deal merilis album Three Ways Split bersama dengan band Infireal (Malaysia) dan Watch It Fall (Perancis). Hubungan dengan network underground di Malaysia dan Singapura berlanjut terus hingga sekarang. Burgerkill menjadi langganan cover zine independent di negara-negara tersebut dan berimbas dengan terus bertambahnya fans mereka dari negeri Jiran. Di tahun 2000, akhirnya Burgerkill berhasil merilis album perdana mereka dengan title “Dua Sisi” dan 5000 kaset yang di cetak oleh label indie asal Bandung, Riotic Records ludes habis dilahap penggemar fanatik yang sudah tidak sabar menunggu sejak lama. Di tahun yang sama, band ini juga merilis single “Everlasting Hope Never Ending Pain” lewat kompilasi “Ticket To Ride”, sebuah album yang benefitnya disumbangkan untuk pembangunan sebuah skatepark di kota Bandung.

Single terakhir menjadi sebuah jembatan ke era baru Burgerkill, dimana masa awal mereka lagu-lagu tercipta hasil dari pengaruh band-band Oldschool Hardcore, Name it: Minor Threat, 7 Seconds, Gorilla Biscuits, Youth of Today, Sick of it All, Insted, Etc. Seiring dengan waktu, mereka mulai untuk membuka pengaruh lain. Masuklah pengaruh dari band band Modern Metal dan Newschool Hardcore dengan beat yang lebih cepat dan lebih agresif, selain itu juga riff-riff powerchord yang enerjik menjadi bagian kental pada lagu-lagu Burgerkill serta dilengkapi oleh fill-in gitar yang lebih menarik. Anak-anak ini memang tidak pernah puas dengan apa yang mereka hasilkan, mereka selalu ingin berbuat lebih dengan terus membuka diri pada pengaruh baru. Hampir semua format musik keras dilahap dan di interprestasikan kedalam lagu, demikianlah Burgerkill berkembang menjadi semakin terasah dan dewasa. Lagu demi lagu mereka kumpulkan untuk menjadi sebuah materi lengkap rilisan album kedua.

Beberapa Mainstream Achievement pun sempat mereka rasakan, salah satunya menjadi nominator Band Independent Terbaik ala majalah NewsMusik di tahun 2000. Awal tahun 2001 pun mereka berhasil melakukan kerjasama dengan sebuah perusahaan produk sport apparel asal Amerika: Puma yang selama 1 tahun mensupport setiap kali Burgerkill melakukan pementasan. Dan sejak Oktober 2002 sebuah produk clothing asal Australia: INSIGHT juga mensupport dalam setiap penampilan mereka.

Pertengahan Juni 2003, Burgerkill menjadi band Hardcore pertama di Indonesia yang menandatangani kontrak sebanyak 6 album dengan salah satu major label terbesar di negeri ini, Sony Music Entertainment Indonesia. Dan setelah itu akhir tahun 2003, Burgerkill berhasil merilis album kedua mereka dengan title “Berkarat”. Lagu-lagu pada album ini jauh lebih progressif dan penuh dengan teknik yang lebih terasah dibandingkan album sebelumnya. Hampir tidak ada lagi nuansa straight forward dan moshpart sederhana ala band standard Hardcore yang tercermin dari single-single awal mereka. Pada sector vocal dengan tetap mengedepankan nuansa depresif dan kelam, karakter vocal Ivan sang vokalis Bengal lebih berani dimunculkan dengan penulisan bahasa pertiwi dan artikulasi kata yang lebih jelas. Dan di sector musik pun, Toto, Eben, Andris dan gitaris baru mereka Agung semakin berani menjelajahi daerah-daerah baru yang sebelumnya tidak pernah dijajaki kelompok musik keras manapun di Indonesia.

Sebuah kejutan hadir pada pertengahan tahun 2004, lewat album “Berkarat” Burgerkill masuk kedalam salahsatu nominasi dalam salah satu event Achievement musik terbesar di Indonesia “Ami Awards”. Dan secara mengejutkan mereka berhasil menyabet award tahunan tersebut untuk kategori “Best Metal Production”. Sebuah prestasi yang mungkin tidak pernah terlintas di benak mereka, dan bagi mereka hal tersebut merupakan sebuah tanggung jawab besar yang harus mereka buktikan melalui karya-karya mereka selanjutnya.

Di awal tahun 2005 di tengah kesibukan mereka mempersiapkan materi untuk album ketiga, Toto memutuskan untuk meninggalkan band yang telah selama 9 tahun dia bangun bersama. Namun kejadian ini tidak membuat anak-anak Burgerkill putus semangat, mereka kembali merombak formasinya dengan memindahkan Andris dari posisi Bass ke posisi Drums dan terus melanjutkan proses penulisan lagu dengan menggunakan additional bass player. Sejalan dengan selesainya penggarapan materi album ketiga, tepatnya November 2005, Burgerkill memutuskan kontrak kerjasama dengan Sony Music Entertainment Indonesia dikarenakan tidak adanya kesepakatan dalam pengerjaan proyek album ketiga. So guys…these kids always have a great spirit to keep blowing their power, dan akhirnya mereka sepakat untuk tetap merilis album ke-3 “Beyond Coma And Despair” di bawah label mereka sendiri Revolt! Records di pertengahan Agustus 2006. Album ketiga yang memiliki arti sangat dalam bagi semua personil Burgerkill baik secara sound, struktur, dan format musik yang mereka suguhkan sangat berbeda dengan dua album sebelumnya. Materi yang lebih berat, tegas, teknikal, dan berani mereka suguhkan dengan maksimal disetiap track-nya.

Namun tak ada gading yang tak patah, sebuah musibah terbesar dalam perjalanan karier mereka pun tak terelakan, Ivan sang vokalis akhirnya menghembuskan nafas terakhirnya ditengah-tengah proses peluncuran album baru mereka di akhir Juli 2006. Peradangan pada otaknya telah merenggut nyawa seorang ikon komunitas musik keras di Indonesia. Tanpa disadari semua penulisan lirik Ivan pada album ini seolah-olah mengindikasikan kondisi Ivan saat itu, dilengkapi alur cerita personal dan depresif yang terselubung sebagai tanda perjalanan akhir dari kehidupannya. “Beyond Coma And Despair” sebuah album persembahan terakhir bagi Ivan Scumbag yang selama ini telah menjadi seorang teman, sahabat, saudara yang penuh talenta dan dedikasi dengan disertai karakter karya yang mengagumkan. Burgerkill pun berduka, namun mereka tetap yakin untuk terus melanjutkan perjalanan karier bermusik yang sudah lebih dari 1 dekade mereka jalani, dan sudah tentu dengan menghadirkan seorang vokalis baru dalam tubuh mereka saat ini. Akhirnya setelah melewati proses Audisi Vokal, mereka menemukan Vicki sebagai Frontman baru untuk tahap berikutnya dalam perjalanan karier mereka.

Dan pada awal Januari 2007 mereka telah sukses menggelar serangkaian tour di kota-kota besar di Pulau Jawa dan Bali dalam rangka mempromosikan album baru mereka. Target penjualan tiket di setiap kota yang didatangi selalu mampu mereka tembus, dan juga ludesnya penjualan tiket di beberapa kota menandakan besarnya antusiasme masyarakat musik cadas di Indonesia terhadap penampilan Burgerkill. A written story just wouldn’t enough, tunggu kejutan dan dengarkan album baru mereka, tonton konsernya dan rasakan sensai musik keras yang tak akan kamu lupakan…BURGERKILL HARDCORE BEGUNDAL IN YOUR FACE, WHATEVER!!!
StumpleUpon DiggIt! Del.icio.us Blinklist Yahoo Furl Technorati Simpy Spurl Reddit Google Twitter FaceBook

Abah Olot Sang Maestro Karinding


    Endang Sugriwa alias Abah Olot meyakini, alat musik tradisional sebagai bagian dari kebudayaan suatu suku atau bangsa harus dilestarikan. Ini demi kebertahanan identitas masyarakat suku atau bangsa tersebut. Tahun 2003, ketika karinding, alat musik tradisional Sunda, dikabarkan punah, ia terperangah. ”Saya punya tanggung jawab,” katanya.
Abah Olot merasa berkewajiban mencegah kepunahan karinding. Sejak dari kakek buyutnya, keahlian membuat dan memainkan karinding diwariskan dalam keluarga. Ia lalu meninggalkan pekerjaannya sebagai perajin mebel kayu dan bambu di Cipacing, Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Ia kembali untuk menekuni warisan keluarga.
”Saya generasi selanjutnya yang mewarisi keahlian itu setelah ayah saya (Abah Entang) tidak bisa lagi membuat karinding karena matanya rabun,” kata Abah Olot di Desa Cimanggung, Kecamatan Parakan Muncang, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat.
Di rumah bambu itu, Abah Olot dibantu lima perajin membuat karinding dan alat musik lain berbahan bambu. Pada ambin di teras rumah tersimpan seperangkat instrumen, berupa celempung (sejenis kecapi), toleat (seperti seruling), dan kokol (mirip kulintang). Instrumen itu digunakan grup musik tradisional Giri Kerenceng pimpinan Abah Olot.
Semua alat musik tradisional itu hampir punah. Namun, yang menjadi perhatian utamanya adalah karinding. Alasannya, hanya sedikit warga yang bisa membuat karinding.
Karinding mulanya terbuat dari pelepah aren dengan panjang 10-20 sentimeter. Namun dalam perkembangannya, pelepah aren semakin langka karena banyak warga yang menebangi pohon aren. Alasan mereka, pohon itu tidak lagi berbuah. Maka dari itu, pelepah aren pun terbuang, tidak sempat tua dan mengering.
Bambu lalu menjadi bahan utama karinding. Syaratnya, umur bambu minimal dua tahun. Bambu dipotong, dihaluskan, dan dibagi menjadi tiga ruas.
Ruas pertama menjadi tempat mengetuk karinding dan menimbulkan getaran di ruas tengah. Di ruas tengah ada bagian bambu yang dipotong hingga bergetar saat karinding diketuk dengan jari. Agar bisa menimbulkan suara, ruas tengah karinding diletakkan di mulut, diapit bibir atas dan bawah.
Sekilas bunyi karinding serupa lengkingan serangga di sawah. Bunyi itu berasal dari resonansi di mulut saat karinding digetarkan. Untuk mengatur tinggi-rendah nada, pemain harus lincah mengatur napas dan ketukan jari. Alat semacam itu juga ada di Bali, disebut genggong. Namun, cara memainkannya berbeda. Genggong ditarik benang.
Abah Olot bercerita, karinding mulai jarang dimainkan selepas tahun 1970-an. Maraknya alat musik modern memengaruhi selera musik masyarakat sampai ke kampung. Karinding, yang dahulu sering dimainkan pada acara pernikahan atau sunatan, mulai menghilang.
Tahun 1940-1960-an, karinding akrab dalam kehidupan masyarakat Sunda. Karinding dimainkan untuk menghibur petani seusai memanen padi atau saat menjemur hasil panen. Malam harinya karinding dimainkan sebagai wujud sukacita atas hasil panen.
”Karinding juga dimainkan petani saat menjaga sawah. Serangga sawah menyingkir apabila karinding berbunyi,” katanya.
Memasuki era 1990-an, karinding seperti ditelan bumi. Minimnya publikasi tentang karinding menjadi salah satu faktor redupnya alat musik tradisional itu. Karinding hanya lestari dalam sejumlah kecil keluarga, termasuk keluarga Abah Olot.
Sejak usia 7 tahun, Abah Olot belajar memainkan dan membuat karinding dari ayah dan pamannya. Keahlian itu dia tinggalkan saat beranjak dewasa. Abah Olot sempat menjadi pengojek dan perajin mebel sebelum meneruskan warisan keahlian keluarga.
”Istilahnya ulah kasilih ku junti, jangan melupakan adat-istiadat,” katanya.
Mulai bangkit
Namun, membangkitkan karinding tak mudah. Bunyi karinding dianggap tak sesuai dengan perkembangan musik. Saat awal membuat karinding, Abah Olot memberikan cuma-cuma kepada siapa pun yang mau menerima.
Ajakannya kepada pemuda di kampung untuk memainkan karinding ditolak. ”Orang tua dan anak muda beranggapan tak ada gunanya memainkan karinding,” katanya.
Namun, Abah Olot terus mempromosikan karinding ke berbagai daerah. Tahun 2008, pada perayaan ulang tahun Kota Bandung, dia bertemu komunitas kreatif kaum muda Bandung yang tergabung dalam Commonrooms.
”Mereka minta suplai karinding untuk dimainkan di depan publik,” kata Abah Olot.
Pada tahun yang sama dibentuk kelompok musik Karinding Attack beranggota delapan orang. Personel Karinding Attack bukan seniman tradisional Sunda. Mereka berasal dari komunitas musik underground dan death metal yang sering dianggap ”budak baong” (anak nakal). Abah Olot justru mengajari mereka memainkan karinding.
Hasilnya, pada berbagai pertunjukan musik cadas dan punk, seperti Bandung Deathmetal Festival pada Oktober 2009, karinding turut tampil. Bermula dari komunitas death metal, karinding mulai populer di kalangan kaum muda.
Banyak di antara mereka lalu tertarik dan ingin belajar memainkan karinding. Maka, setiap Rabu dan Jumat, di tempat Abah Olot dibuka latihan bagi mereka yang ingin belajar karinding.
Kini, satu karinding dihargai Rp 50.000. Pesanan karinding mulai mengalir, bahkan pernah dalam sepekan Abah Olot harus memenuhi pesanan 100 karinding.
Alat musik tradisional yang sempat dikhawatirkan punah itu kembali mewabah. Hampir semua daerah di Jawa Barat mempunyai kelompok musik karinding. Pemainnya bukan orang tua, tetapi anak muda dengan kreasi lagu modern.
Nama kelompok mereka pun ”segar”, seperti Markipat (kependekan dari Mari Kita Merapat), Karmila (singkatan dari Karinding Militan), Republik Batujajar dari Kabupaten Bandung Barat, dan Karinding Skateboard yang dimainkan komunitas skateboard.
Karinding juga dimainkan dalam Bandung World Jazz Festival, Desember 2009. Meski bisa dikatakan tidak lagi dimainkan di sawah, karinding justru mencuat pada festival jazz dunia diiringi musik elektrik dan instrumen modern, seperti gitar, terompet, dan drum. Maka, mengalunlah lagu-lagu Sunda dalam harmoni jazz dan karinding.
Di balik semaraknya kembali karinding, ada Abah Olot yang tetap setia di ”bengkelnya”. Dia tetap tekun menghaluskan bambu dan menjaga identitas masyarakat Sunda.
StumpleUpon DiggIt! Del.icio.us Blinklist Yahoo Furl Technorati Simpy Spurl Reddit Google Twitter FaceBook

KARINDING ATTACK

KARINDING ATTACK

 Man - Karinding, Vocal
Ki Amenk – Karinding, Vocal
Wisnu Jawish – Karinding, Vocal
Kimung – Celempung, Vocal
Hendra – Celempung, Vocal
Papay - Celempung, Kohkol
Okid - Gong Tiup, Toleat, Vocal
Jimbot - Toleat, Suling, Serunai, Whistles, Bird Voices, Vocal
Yuki - Suling, Saluang, Serunai, Whistles, Bird Voices,Vocal

KARINDING
Karinding is Sunda ancestor’s music instrument, made of bark or sugar palm or bamboo, measuring 20 x 1 cm, made into three parts, namely the exit tone...

Karinding Attack—kita singkat saja Karat—berdiri Maret 2009. Awalnya adala perkenalan sebuah sindikat kerja Bandoong Sindekeit yang merupakan sayap kerja komunitas metal Ujungberung Rebels yang menggarap produksi dan distribusi rokok Morbid Nixcotine. 13 Desember 2008 dalam peluncuran rokok Morbid Nixcotine digelar sebuah acara bernama Karinding Attack menampilkan kelompok master karinding, Bah Olot. Setelah masa itu, Bandoong Sindekeit dan anak-anak Ujungberung Rebels mulai secara intens mempelajari karinding dalam forum Jumat malam di Common Room yang diberi nama Jumat Kramat. Forum ini awalnya adalah forum evaluasi konter opini media pasca Insiden AACC 9 Februari 2008, namun pada perkembangannya lalu dijadikan tempat berkumpul para pemain karinding untuk belajar bermain karinding bersama-sama.

Di awal-awal penggarapannya, kelompok ini terdiri dari Mang Engkus, Mang Utun, Ki Amenk, Man Jasad, Kimung, Okid, Wisnu, Hendra, Iman Zimbot, Gustaff, Ranti, Gustavo, Kimo, Ari, Kiki, Diki, dan lain-lain. Namun personil yang memutuskan untuk bersama dalam sebuah band bernama Karat adalah Mang Engkus, Mang Utun, Ki Amenk, Man Jasad, Kimung, Okid, Wisnu, Hendra, dan Iman Zimbot. Awalnya, kelompok ini banyak bermain papalidan atau bermain karinding hingga mencapai titik trans di antara persoilnya. Sesi ini di kemudian hari banyak membantu antara personil untuk saling memahami rasa yang diciptakan satu sama lainnya. Sesi ini juga membantu pemahaman Karat akan pakem-pakem permainan karinding tradisional karena permaianan ini banyak dimainkan dalam pakem-pakem lama yang sudah ada. Pada kelanjutannya, Karat mulai memcoba untuk menciptakan irama dan ketukan baru dalam permainan karinding. Karena memiliki latar belakang kultur metal yang kuat, lagu-lagu yang kemudian diciptakan Karat lebih kental dengan nuansa punk dan metal.

Di sesi awal penciptaan lagu, Karat menciptakan beberapa lagu dalam waktu yang bersamaan. Gelombang pertama penciptaan lagu, mereka menciptakan “Hampura Ma”, “Lagu Perang”, “Kawih Pati”, “New York New York”, “Wasit Kehed”, “Blues Kinanti”, dan “Hampura Ma II”. Di gelombang ke dua, mereka menciptakan “Sia Sia Asa Aing”, “Maap kami Tidak Tertarik Pada Politik Kekuasaan”, “Nu Ngora Nu Nyekel Kontrol”, “Burial Buncelik”, “Ririwa di Mana-mana”, dan “Dadangos Bagong”. Di gelombang ke tiga, mereka menciptakan “Gerbang Kerajaan Serigala”, Lapar Ma!”. Semua lagu digarap bersama-sama dengan penulisan lirik oleh Kimung dan Man Jasad. Kebanyakan menyikapi kenyataan dalam kehidupan sehari-hari, perasaan terinjak dan ketidakadilan, serta upaya mendokumentasikan idiom-idiom atau bahkan kata-kata lama yang mulai jarang digunakan hari-hari belakangan ini.

Satu hal yang benar-benar dipahami Karat dalam mengembangkan music adalah bahwa music sejak awal diciptakan adalah satu dan hanya ekspresi musikalitas saja yang berbeda-beda sehingga menghasilkan berbagai hasrat music yang oleh industry disebut sebagai genre. Oleh karena itu, Karat lantas memandang karinding sebagai satu music yang bisa bersatu degan music lainnya. Karat melihat salah satu sebab mengapa karinding sempat digosipkan punah adalah karena kurang luwesnya musisi karinding masa lalu dalam mengembagkan seni ini seiring dengan perkembangan zaman. Ini adaah tipikal permasalahan musisi tradisional pada umumnya yang selalu merasa inferior jika berhadapan dengan sesuatu hal yang dikesankan sebagai ‘modern’.

Maka Karat berusaha mendobrak itu. Mereka manggung di mana saja dan kapan saja, dari panggung-panggung di hadapan mentri, gubernur, walikota, bupati, pejabat-pejabat tinggi dan teras atau ecek-ecek negara dan kepolisian serta tentara, hingga tampil di sekolah, panggung RT/RW, Karang taruna, himpunan mahasiswa, pensi sekolah menengah, hingga ulang tahun preman dan nikahan dijajal semua.

Dalam rasa musikalitas, mereka juga berkolaborasi dengan siapa saja dari hasrat music yang mana saja. Karat sudah berkolaborasi degan musisi blues, metal (Burgerkill dan Donor Darah), punk (Kelas Ajag), jazz (Sony Akbar), Diki (beatbox), hiphop (Eye Feel Sick), music elektronik (Europe in de Troppen), pop (Sarasvati), atau dengan music tradisonal lain (Anglung Smansa dan LSS ITB), serta sederet rencana kolaborasi dengan berbagai ranah dan hasat music yang ada di dunia.Karat kini bahkan mulai bereksperiman memainkan karinding degan menggunakan aksesoris gitar berupa efek, mulai dari efek-efek bata yang klasik semacam Digital Delay, Phaser, Metal Zone, Big Muff, Bass Equializer, hingga efek-efek canggih semacam software dan efek digital lainnya.

Berbagai revitalisasi serta upaya pelestarian juga dilakukan oleh Karat dan kawan-kawan lain di komunitas Ujungberng Rebels degan cara pendokumentasian data-data sejarah karinding, baik secara lisan, tulisan, visual, maupun audio visual. Upaya perekaman music karinding buhun yang masih ada terus dilakukan seiring degan uaya mendorong kaum muda pemain karinding baru yang lahir bagai jamur di musim hujan pasca berdirinya Karat juga terus dilakukan. Kepada mereka yang terlibat degan upaya ini dihimbau agar hasil pendokumentasian bisa diakses masyarakat luas sehingga informasi tentang karinding bisa diakses degan mudah. Iklim yang kondusif akan semakin merangsang gairah bermusik kaum muda sehingga seni ini akan terus dikenal rakyatnya sendiri.

Hal lain yang terus dilakukan adalah dengan mengupayakan karinding menjadi alat music pendidikan yang diajarkan di sekolah-seklah karena sebagaimana halnya angklung, karinding juga memiliki nilai pendidikan yang baik seperti rasa musikalitas, rasa kebersamaan, kerja sama, tahu posisi, sensitivitas dalam berkarya serta sensitivitas dalam merasakan apa yang dirasakan masyarakat secara umum.

Atas segala konsistensi dan komitmen Karat dalam melestarikan serta mengembangkan music karinding, kelompok metal Ujungberung Rebels di mana Karat lahir selalu disebut-sebut sebagai kelompok yang memicu perhatian dan kepedulian masyarakat luas terhadap keberadaan seni ini. Dan ini memang kenyataan. Karinding hari ini banyak diteukan dimainkan di kalnagan anak-anak muda dari ranah msuik punk atau metal. Untunglah ranah music ini merupakan ranah music yang paling perhatian terhadap regenasi serta peningkatan kualitas pemahaman generasi muda akan sejarah serta kehidupan social budayanya.

Karat sempat merekam lagu-lagu mereka secara live di Rumah Pohon Kawe Kareumbi dan Masigit Oktober 2010. Namun pasca rekaman dan partisipasi mereka mendukung Andris Burgerill dan Blast n’ Beats dalam ajang Drums Day Bandung Indonesian Drummer 2010, terjadi dinamika pergantian personil dengan keluarnya Mang Utun serta masuk personil baru yang menambah kaidah rancak permainan Karat. Dia adalah Papay, salah satu pengajar drum di Blast n Beat dan Purwacaraka. Bersama Papay, Karat berencana kembali merekam lagu-lagu mereka dalam nuansa baru. Produser metal legendaris Yayat Ahdiat dan Innu Regawa rencananya akan menangani rekaman album pertama kelompok karinding paling berbahaya di dunia ini!

Ikuti perjalanan Karat di blog www.jurnalkarat.wordpress.com
StumpleUpon DiggIt! Del.icio.us Blinklist Yahoo Furl Technorati Simpy Spurl Reddit Google Twitter FaceBook

Selasa, 28 Februari 2012

KARINDING MILITAN

in english;
Karinding Militan a.k.a Karmila for short, is a musical group creating contemporary sounds on traditional Sundanese instruments, a sort of bamboo folk rock if you will. Karmila got her auspicious start on November of 2009 as a group of young creative art and language geniuses from Universitas Pendidkan Indonesia (UPI) decided to start a music and cultural revolution that would soon rock the notorious music scene of Bandung, Indonesia.
Sounds like pure awesome and strange, strange goodness, or maybe like the best tasting exotic ice cream you never knew existed but somehow find yourself incorporating it into every aspect of your diet, including 3 am fridge raids. Check it out for yourself, just be prepared to be blown away….Far away.
Karinding Militan atau disingkat KARMILA merupakan grup kesenian yang memadukan waditra karinding, celempung , suling dan toleat, dengan alat musik karinding sebagai media ekspresinya. KARMILA atau karinding militan ini terbentuk pada 29 November 2009 dengan beranggotakan para mahasiswa UPI yang memiliki basic yang berbeda.
karinding militan yang orientasi utamanya mengapresiasi dan mengekspresikan budaya lokal, membuka diri kepada siapapun yang mempunyai kesamaan visi ,dan membuka diri untuk berkolaborasi dengan bidang seni yang lainnya (seni sastra ,seni rupa, seni musik tradisi, kontemporer maupun modern).
Single yang menjadi andalan dari Karinding Militan yaitu “Manunggaling Kawula Gusti”, dan sekaligus dijadikan video clip berupa visual art animasi.
Formasi terkini dari Karinding Militan, yaitu :
Ackay : Vokal
Kukuh : Vokal
Maull : Karinding
Elise karmila luce : karinding
Alep : Karinding
Treshna : Karinding
Hulhul : Instrument alat tiup
Yudha : Celempung
Acef : Celempung
Abang : Celempung
StumpleUpon DiggIt! Del.icio.us Blinklist Yahoo Furl Technorati Simpy Spurl Reddit Google Twitter FaceBook

Senin, 27 Februari 2012

JEJAK SUNGAI PURBA


Ditemukan, Jejak Sungai Purba di Utara Laut Jawa

Sabtu, 18 Februari 2012 , 14:50:00 WIB

Laporan: Teguh Santosa

RMOL. Jejak sebuah sungai purba di utara Laut Jawa baru-baru ini ditemukan. Jejak sungai ini menjadi salah satu petunjuk kuat mengenai eksistensi dataran Sunda Land yang selama ini menjadi perdebatan di kalangan ahli dan awam.



JEJAK SUNGAI PURBA

Adalah Dr. Danny Hilman yang dalam rapat kordinasi di Sekretariat Negara di Jalan Veteran III, Jakarta Pusat, Jumat kemarin (17/2) yang mempresentasikan pertemuan itu. Dr. Danny adalah salah seorang peneliti utama Tim Bencana Katastropik Purba.

Gambar jejak sungai purba itu sendiri ditemukan oleh Dr. Wahyu Triyoso, juga peneliti dalam tim yang dibentuk Kantor Staf Khusus Presiden bidang Bantuan Sosial dan Bencana (SKP BSB). Dr. Wahyu Triyoso merupakan salah seorang pengajar di Jurusan Geofisika Institut Teknologi Bandung (ITB). Ia juga salah seorang pengajar inti "sekolah gempa" atau GREAT program pendidikan master ITB yang baru dibentuk beberapa tahun lalu.

Dari gambar yang diperoleh Dr. Wahyu disebutkan bahwa jejak yang ditemukan itu berasal dari masa yang dimaksud oleh penulis buku "Eden of the East", Stephen Oppenheimer, maupun penulis "Atlantis, The Lost Continent Finaly Found" Arysio Santos.

"Artinya, yang hipotesakan adalah nyata," ujar Dr. Wahyu.

Sungai purba itu diperkirakan ada saat ketinggian air laut di bawah 132 meter dari ketinggian permukaan laut saat ini. Dalam 20 ribu tahun terakhir baik Oppenheimer maupun Santos menyimbulkan bahwa pernah terjadi ada beberapa banjir besar yang mendadak dan mengakibatkan air laut naik drastis. Banjir besar itu mengubur peradaban dan mendorong migrasi genetikal.

Wahyu mengatakan bahwa target dan fokus utama dari penelitian yang dilakukan adalah pemetaan dan penghitungan paleo hazard atau hazard purba. Untuk penelitian lebih lanjut, ilmuwan kebumian harus bersinergi dengan arkeolog dan sosiolog.

Dia mengatakan bahwa di balik bencana ada dua hal yang penting untuk dipahami, yakni bencana dan efek yang ditimbulkan bencana. Untuk saat ini sumber bencana dan efek bencana dapat diestimasi. Namun untuk masa-masa yang silam, dibutuhkan pendekatan dari ilmu lain.

"Sebagai gambaran, runtuhnya budaya yang tiba-tiba atau hilang dari sejarah bisa dilokalisir oleh arkeolog dan sosiolog. Dan itu bisa menjadi gambaran dari efek bencana. Dengan prinsip reverse extrapolation kita bisa menemukan jejak sumbernya," demikian Dr. Wahyu.
StumpleUpon DiggIt! Del.icio.us Blinklist Yahoo Furl Technorati Simpy Spurl Reddit Google Twitter FaceBook

KARINDING !!!


Wirahma Aksara
Wuwung langit nu kasawang jangkung
Ngawurkeun langgam hujan, halimpu nyulam puhu kalbu
Meulah pikir maksa mieling lumampah diri
Geuning duriat teh lir gundam maca kelir langit
Geumpeur ku honcewang ngadegkeun kahayang
Ngundeur hariwang di galengan harepan jeung kanyataan
Palangsiang boa kabagjaan sajati teh ukur kalangkang sulayaLanggam angin, hiliwirna melang mapay gigir manah

Kahayang ngan ukur karasa sengitna memeh leupas
Lir hate nu wasa wakca ukur ku wirahma aksara
Nyambat ngaran panutan, mieling raray jungjunan
Estuning hariring manjang mapay peuting
Milang kalangkang nepi raat di tepas balebat
Cipruk ku girimis tunggara, inggis di tengah sagara rasa
Nyaan, wuwung langit nu kasawang jangkung
Aya kukupu eunteup ngeukeupan bangbaluh
Karasa raheutna, mung eleh ku leubeutna geugeut.
StumpleUpon DiggIt! Del.icio.us Blinklist Yahoo Furl Technorati Simpy Spurl Reddit Google Twitter FaceBook